Ini Risiko Pengalihan Impor Energi ke Amerika Versi Bos Pertamina
PT Pertamina (Persero) menyoroti sejumlah risiko yang harus diantisipasi dalam rencana pengalihan sumber impor energi dari Amerika Serikat (AS), sebagai bagian dari strategi diplomasi ekonomi nasional.
Direktur Utama Pertamina, Simon Aloysius Mantiri, menyatakan bahwa langkah pengalihan ini tidak lepas dari tantangan, khususnya di aspek teknis dan logistik.
“Jarak pengiriman dari Amerika Serikat jauh lebih panjang, sekitar 40 hari dibandingkan sumber pasokan dari Timur Tengah atau negara-negara Asia. Jika terjadi gangguan seperti badai atau kabut, ini dapat langsung berdampak pada ketahanan stok nasional,” ujar Simon dalam rapat bersama Komisi VI DPR RI, Kamis (22/5/2025).
Baca Juga: Pertamina Genjot Kapasitas Domestik untuk Hadapi Pelemahan Rupiah dan Turunnya Harga Minyak Global
Ia menambahkan, proses pengalihan pasokan membutuhkan kesiapan infrastruktur, efisiensi distribusi, serta kajian keekonomian yang menyeluruh agar tidak menambah beban biaya energi nasional.
“Pertamina saat ini sedang melakukan kajian komprehensif mencakup aspek teknis, komersial, dan risiko operasional untuk memastikan bahwa skenario peningkatan suplai dari Amerika Serikat dapat dilakukan secara efektif,” katanya.
Simon juga menekankan pentingnya dukungan regulasi pemerintah dalam bentuk payung hukum, seperti Peraturan Presiden atau Peraturan Menteri, agar kerja sama energi tersebut memiliki dasar legal yang kuat.
“Komitmen kerja sama secara G2Gantara pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat akan memberikan kepastian politik dan regulasi. Ini kemudian dapat diturunkan dalam bentuk kerja sama business to businessdi level teknis dan operasional,” jelasnya.
Baca Juga: Migas 1 Juta BOEPD hingga PNBP Rp401.8 T, Pertamina Paparkan Pertumbuhan Bisnis di Rapat Dengar Pendapat DPR
Sebagai informasi, saat ini Pertamina telah menjalin kerja sama rutin dengan mitra dari Amerika Serikat. Untuk minyak mentah, kontribusi AS mencapai sekitar 4% dari total impor, sementara untuk LPG sebesar 57%, dengan nilai transaksi mencapai USD 3 miliar per tahun.
Dalam proses negosiasi yang tengah berjalan, Pertamina diminta pemerintah untuk mengkaji ulang portofolio impornya, dengan skenario pengalihan sebagian pasokan dari negara lain ke Amerika Serikat.
“Yang perlu digarisbawahi, pengalihan ini bersifat shiftingsumber pasokan, bukan menambah volume impor. Kami tetap berkomitmen menjaga efisiensi volume dan stabilitas energi nasional,” tegas Simon.
Pertamina juga telah melakukan koordinasi dengan tim perunding pemerintah yang dipimpin oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, termasuk menjajaki potensi pasokan dari AS yang sesuai dari sisi kualitas, volume, dan harga yang kompetitif.
(责任编辑:综合)
- Bahlil Pastikan Pengecer yang Jadi Subpangkalan LPG 3 Kg Tak Ada Biaya
- Kronologi Truk Seruduk 7 Motor hingga Ringsek di Gandaria
- Dua Penjahat Jalanan Kembali Beraksi Dekat Traffic Light Kelapa Gading, 2 Ponsel Sopir Truk Raib
- JPMorgan: Hashrate Bitcoin Naik 2% di Mei 2025
- Punya Kesamaan Sejarah, Prabowo Ungkap Visi Indonesia dan Vietnam di 2045
- Viva, Brand Kosmetik Lokal yang Pertama Menautkan 'Made In Indonesia'
- Polri Siap Amankan Rumah Kosong yang Ditinggal Pemudik
- Jangan Asal, Ini 7 Cara Minum Kopi yang Menyehatkan
- Keistimewaan 10 Hari Pertama Bulan Ramadhan dan Amalan yang Dianjurkan
- Diguyur Hujan Lebat Sejak Sore, Empat Ruas Jalan di Jakarta Kebanjiran
- Penyebab Kematian Satu Keluarga di Kalideres Masih Misterius, Ada Apa?
- Bisa Turunkan BB, Bolehkah Minum Lebih dari 3 Gelas Kopi per Hari?
- MBG Masih Pakai Produk Impor, Kemendiktisaintek Mau Kembangkan Riset untuk Produk Dalam Negeri
- 2 Korban Penyiksaan Oknum TNI di Papua Telah Dipulangkan, Sempat Dirawat di Puskesmas
- Bitcoin Pizza Day Diperingati, Tokocrypto: Langkah Kecil Bisa Jadi Sejarah Besar
- Bukan Main! KPK Pasang Badan untuk Istri Firli Bahuri
- Hakim Agung Gazalba Saleh Ditahan KPK Kasus Suap, KY Segera Periksa Pelanggaran Etik
- Diduga Korsleting Listrik, 3 Rumah Hangus Terbakar di Matraman
- 艺术生日本留学申请攻略!
- Bank DKI Pimpin Sindikasi Bareng BPD Lain, Nilainya Capai Rp1,5 Triliun